Minggu, 05 Juli 2009

Asal-Mula Burung Kakatua sebagai Lambang

Kabupaten Soppeng
Pada suatu hari di Soppeng, terjadi musim kemarau panjang selama tujuh tahun berturut-turut. Rakyat menderita kelaparan dan suasana kacau karena semua orang ingin menjadi pemimpin.
Maka para Matoa Enam Puluh di Soppeng mengadakan pertemuan untuk membicarakan bagaimana jalan keluar yang terbaik. Sewaktu mereka sedang mengadakan pertemuan, tiba-tiba ada burung Kakatua bertengger di atas pohon dekat dengan tempat pertemuan itu. Kakatua tersebut membawa seikat padi yang masak dan berwarna kuning. Tidak lama kemudian, burung kakatua tersebut terbang sambil bersiul. Salah seorang Matoa berkata “Kakatua itu merupakan petunjuk dari dewata untuk mencari seorang pemimpin.” Maka salah seorang dari mereka diperintahkan untuk mengikuti perginya Kakatua tersebut.
Lalu orang suruhan tadi mengikuti kemanapun Kakatua itu pergi. Dimanapun dia mendengar Kakatua itu berbunyi, maka ia pergi ke tempat itu. Haripun beranjak siang, ketika orang suruhan itu merasa lelah berjalan maka dia memutuskan untuk beristitrahat. Dia membuka bekalnya (Bugis: bokong) di tempat itu, sehingga tempat itu dinamai Labokong.
Setelah itu, dia melanjutkan perjalanannya dan akhirnya menemukan sebuah sawah yang semua padinya telah menguning. Lalu, dia menemui penjaga sawah itu dan bertanya, “Siapa yang mempunyai sawah ini? Dimanakah gerangan rumah tempat dia tinggal?”. Penjaga sawah menjawab, “Rumahnya tidak jauh dari sini”. Orang suruhan tersebut segera mencari rumah yang dimaksud. Setelah dia menemukannya, dia segera mencuci kakinya dan menaiki tangga rumah pemilik sawah. Tanpa banyak bicara lagi, dia langsung bersujud di depan tuan rumah. Dia melihat orang itu (tau manurung) duduk di tengah rumah dan dipayungi.
Beberapa saat kemudian orang suruhan tadi, suruhan tersebut pamit pulang dan segera kembali ke Soppeng. Tak lama berjalan, dia beristirahat dan dia berbalik hendak melihat rumah itu, tetapi rumah itu tidak terlihat. Tempat itu kemudian dinamakan Sekkanyili’.
Sekembalinya di Soppeng, orang suruhan tersebut segera menemui para Matoa dan menceritakan pengalamannya. Maka Matoa Bila, Matoa Botto dan Matoa Ujung sepakat untuk mengangkat To Manurung di Sekkanyili’ menjadi pemimpin mereka.
Tanpa pikir panjang lagi, para Matoa segera pergi ke tempat To Manurung berada. Sesampainya di sana, mereka langsung mencuci kaki dan naik ke rumah tersebut. Setibanya di depan To Manurung, mereka langsung menghaturkan sembah sujudnya. Mereka mengutarakan keinginan untuk mengangkatnya sebagai pemimpin mereka. To Manurung tersebutpun tidak keberatan akan hal itu.
Akhirnya, To Manurung tersebut segera dilantik menjadi Datu pertama dan sebagai pemimpin tertinggi di Soppeng yang bergelar Latemmamala.
Itulah sebabnya sehingga burung Kakatua dijadikan sebagai lambang Kabupaten Soppeng hingga saat ini. Karena burung Kakatua telah memberi petunjuk pada rakyat Soppeng yang ditimpa kesulitan saat itu.

1 komentar:

Yess mengatakan...

Sumbernya boleh dicantumkan?